menulis yang mau ditulis

There is a Will, There is A way.. Bismillah

Sabtu, 29 Mei 2010

pendeskipsian cintaa

Cinta ?
Apa itu ?
Kok aku ga tw!
Aku bkan tag tw ,tp ak tag mau tw !
Krn pdnganQ slalu tertuju pd cinta-cinta yg salah dlm pendeskripsian ny !
Cinta yg slalu mmbwa petaka ,cinta yg hanya indah sementara , cinta yg mmbuat rmja" seusiaku menangis tersedu-sedu krn d tinggal sii cinta itu.

Yang qu tw hanya cinta kpd rabb.Q sbg bukti rasa syukur qu krn tlah d izinkan-Nya utk lahir d bumi-Nya dan mengecap manis agama-Nya ,cinta pd rasulQ krn dy tlah mjd suri tauladan bgiQ dan smpt mengkhawatirkanQ sbg umad ny yg slalu d sebut2nya sblm ajalnya tiba ,dan cinta pd agamaku krn tlah mengajarkan bnyag hal kpdQ utk Q mengenal ALLAH dan RASULQ.

dari ukhti

surat dari ukhti ...

Kepada
Yang tercinta Saudara Muslim
Di dunia
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Tataplah diri kita saudaraku
Tataplah dalam-dalam…
Mata yang indah
Sepasang telinga
Dan sekerat daging yang bernama hati
Sudahkah kita pergunakan sebagaimana mestinya?
“Dan sesungguhnya kami jadikan untuk neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai HATI tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai MATA (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai TELINGA(tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
[QS. Al A’raf : 179]
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” [QS. Al isra’ : 36]
Saudaraku…
Aku mencintaimu karena Allah. Tiada ukhuwah yang lebih indah daripada ukhuwah satu aqidah. Karena setiap kita bersaudara. Ketika ada satu bagian tubuh yang sakit, maka bagian yang lain akan ikut merasakannya. Aku ingin, ketika aku ingat padamu, mengingatkan pula pada-Nya.
Saudaraku…
Ketika kau lelah, istirahatlah
Ketika kau letih, tetaplah gigih
Ketika beban itu terasa berat, ringankanlah dengan shalat
Ketika kau sedih, janganlah merintih perih
Saudaraku…
Mari kita luruskan niat kita, ikhlas hanya karena Allah Ta’ala. Allahu Ghayatuna. Allahu Akbar !
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya kepada-Mu, bertemu untuk taat kepadaMu, bersatu dalam rangka menyeru (dakwah di jalan)-Mu, dan berjanji setia untuk membela syari’at-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukilah jalannya, dan penuhilah dengan cahaya-Mu yang tidak akan pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepada-Mu, hidupkanlah dengan marifah-Mu, dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik Penolong. “ Amin…
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

kisah ayah 2

hasil copas semoga bermanfaat :)

Subuh tadi saya melewati sebuah rumah, 50 meter dari rumah saya dan
melihat seorang isteri mengantar suaminya sampai pagar depan rumah.
"Yah, beras sudah habis loh...," ujar isterinya. Suaminya hanya
tersenyum dan bersiap melangkah, namun langkahnya terhenti oleh
panggilan anaknya dari dalam rumah, "Ayah, besok Agus harus bayar uang
praktek."

"Iya...," jawab sang Ayah. Getir terdengar di telinga saya, apalah
lagi bagi lelaki itu, saya bisa menduga langkahnya semakin berat.

Ngomong-ngomong, saya jadi ingat pesan anak saya semalam, "Besok
beliin lengkeng ya" dan saya hanya menjawabnya dengan "Insya Allah"
sambil berharap anak saya tak kecewa jika malam nanti tangan ini tak
berjinjing buah kesukaannya itu.

Di kantor, seorang teman menerima SMS nyasar, "Jangan lupa, pulang
beliin susu Nadia ya". Kontan saja SMS itu membuat teman saya bingung
dan sedikit berkelakar, "Ini, anak siapa minta susunya ke siapa". Saya
pun sempat berpikir, mungkin jika SMS itu benar-benar sampai ke nomor
sang Ayah, tambah satu gundah lagi yang bersemayam. Kalau tersedia
cukup uang di kantong, tidaklah masalah. Bagaimana jika sebaliknya?

Banyak para Ayah setiap pagi membawa serta gundah mereka, mengiringi
setiap langkah hingga ke kantor. Keluhan isteri semalam tentang uang
belanja yang sudah habis, bayaran sekolah anak yang tertunggak sejak
bulan lalu, susu si kecil yang tersisa di sendok terakhir, bayar
tagihan listrik, hutang di warung tetangga yang mulai sering
mengganggu tidur, dan segunung gundah lain yang kerap membuatnya
terlamun.

Tidak sedikit Ayah yang tangguh yang ingin membuat isterinya
tersenyum, meyakinkan anak-anaknya tenang dengan satu kalimat, "Iya,
nanti semua Ayah bereskan," meski dadanya bergemuruh kencang dan
otaknya berputar mencari jalan untuk janjinya membereskan semua gundah
yang ia genggam.

Maka sejarah pun berlangsung, banyak para Ayah yang berakhir di tali
gantungan tak kuat menahan beban ekonomi yang semakin menjerat cekat
lehernya. Baginya, tali gantungan tak bedanya dengan jeratan hutang
dan rengekan keluarga yang tak pernah bisa ia sanggupi. Sama-sama
menjerat, bedanya, tali gantungan menjerat lebih cepat dan tidak
perlahan-lahan.

Tidak sedikit para Ayah yang membiarkan tangannya berlumuran darah
sambil menggenggam sebilah pisau mengorbankan hak orang lain demi
menuntaskan gundahnya. Walau akhirnya ia pun harus berakhir di dalam
penjara. Yang pasti, tak henti tangis bayi di rumahnya, karena susu
yang dijanjikan sang Ayah tak pernah terbeli.

Tak jarang para Ayah yang terpaksa menggadaikan keimanannya, menipu
rekan sekantor, mendustai atasan dengan memanipulasi angka-angka, atau
berbuat curang di balik meja teman sekerja. Isteri dan anak-anaknya
tak pernah tahu dan tak pernah bertanya dari mana uang yang didapat
sang Ayah. Halalkah? Karena yang penting teredam sudah gundah hari
itu.

Teramat banyak para isteri dan anak-anak yang setia menunggu
kepulangan Ayahnya, hingga larut yang ditunggu tak juga kembali.
Sementara jauh disana, lelaki yang isteri dan anak-anaknya setia
menunggu itu telah babak belur tak berkutik, hancur meregang nyawa,
menahan sisa-sisa nafas terakhir setelah dihajar massa yang geram oleh
aksi pencopetan yang dilakukannya. Sekali lagi, ada yang rela
menanggung resiko ini demi segenggam gundah yang mesti ia tuntaskan.

Sungguh, di antara sekian banyak Ayah itu, saya teramat salut dengan
sebagian Ayah lain yang tetap sabar menggenggam gundahnya, membawanya
kembali ke rumah, menyertakannya dalam mimpi, mengadukannya dalam
setiap sujud panjangnya di pertengahan malam, hingga membawanya
kembali bersama pagi. Berharap ada rezeki yang Allah berikan hari itu,
agar tuntas satu persatu gundah yang masih ia genggam. Ayah yang ini,
masih percaya bahwa Allah takkan membiarkan hamba-Nya berada dalam
kekufuran akibat gundah-gundah yang tak pernah usai.

Para Ayah ini, yang akan menyelesaikan semua gundahnya tanpa harus
menciptakan gundah baru bagi keluarganya. Karena ia takkan menuntaskan
gundahnya dengan tali gantungan, atau dengan tangan berlumur darah,
atau berakhir di balik jeruji pengap, atau bahkan membiarkan seseorang
tak dikenal membawa kabar buruk tentang dirinya yang hangus dibakar
massa setelah tertangkap basah mencopet.

kisah tentang ayah

Burung Gagak "Satu Kisah Yang Menarik Untuk Dijadikan Teladan"

Pada suatu petang seorang tua bersama anak mudanya yang baru menamatkan
pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil
memperhatikan suasana di sekitar mereka.

Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pohon berhampiran. Si
ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya, "Nak, apakah
benda itu?" "Burung gagak", jawab si anak.

Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus kemudian sekali lagi mengulangi
pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar
jawabannya tadi lalu menjawab dengan sedikit kuat, "Itu burung gagak
ayah!"

Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi soal yang sama. Si anak
merasa agak keliru dan sedikit bingung dengan persoalan yang sama
diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih kuat, "BURUNG GAGAK!!"

Si ayah terdiam seketika. Namun tidak lama kemudian sekali lagi sang
ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat si anak hilang
kesabaran dan menjawab dengan nada yang kesal kepada si ayah, "Gagaklah
ayah.......".
Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi membuka
mulut hanya untuk bertanya soal yang sama. Dan kali ini si anak
benar-benar hilang sabar dan menjadi marah.

"Ayah!!! saya tak tahu ayah paham atau tidak. Tapi sudah lima kali ayah
bertanya soal hal tersebut dan saya sudah juga memberikan jawabannya.
Apa lagi yang ayah mau saya katakan???? "Itu burung gagak, burung gagak
ayah.....", kata si anak dengan nada yang begitu marah.

Si ayah terus bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang
kebingungan. Sesaat kemudian si ayah keluar lagi dengan sesuatu di
tangannya. Dia menghulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram
dan tertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah Diary lama. "Coba kau baca
apa yang pernah ayah tulis di dalam Diary itu", pinta si ayah. Si anak
setuju dan membaca paragraf yang berikut..........

"Hari ini aku di halaman karena anakku yang genap berumur lima
tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus
menunjuk ke arah gagak dan bertanya, "Ayah, apa itu?". Dan aku menjawab,
"burung gagak". Walau bagaimana pun, anak ku terus bertanya soal yang
serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga
25 kali anakku bertanya demikian, dan demi cinta dan sayangnya aku terus
menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya. Aku berharap hal ini
menjadi suatu pendidikan yang berharga."

Setelah selesai membaca paragraf tersebut si anak mengangkat muka
memandang wajah si ayah yang kelihatan sayu. Si ayah dengan perlahan
bersuara, "Hari ini ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak
lima kali, dan kau telah hilang sabar serta marah."

"JAGALAH HATI KEDUA ORANG TUAMU, HORMATILAH MEREKA. SAYANGILAH MEREKA
SEBAGAI MANA MEREKA MENYAYANGIMU DIWAKTU KECIL"